Syaikh
Mukhtar adalah pemimpin tarekat Qadiriyya di Afrika Utara. Dia tinggal di sebuah
pusat zikir (zawiya) di lereng gunung. Satu hari ia memindahkan zawiyanya ke
tengah hutan.
Tiga orang perampok yang tinggal di sekitar hutan dan mengenal liku-liku hutan itu berniat merampoknya. Mereka akan mencuri sapi milik shaikh. Mereka memulai pekerjaannya.
Setelah membawa seekor sapi milik shaikh, mereka kelaparan. Dua orang memutuskan kembali untuk meminta makanan sementara yang seorang lagi bersembunyi di hutan dengan sapi curian. Kedua temannya datang mengunjungi shaikh. Betapa terperanjatnya mereka begitu melihat shaikh sudah berdiri di muka pintu menyambut kedatangan mereka.
Tiga orang perampok yang tinggal di sekitar hutan dan mengenal liku-liku hutan itu berniat merampoknya. Mereka akan mencuri sapi milik shaikh. Mereka memulai pekerjaannya.
Setelah membawa seekor sapi milik shaikh, mereka kelaparan. Dua orang memutuskan kembali untuk meminta makanan sementara yang seorang lagi bersembunyi di hutan dengan sapi curian. Kedua temannya datang mengunjungi shaikh. Betapa terperanjatnya mereka begitu melihat shaikh sudah berdiri di muka pintu menyambut kedatangan mereka.
''Assalamualaikum, silakan masuk,'' kata shaikh. Dengan wajah penuh heran, dua perampok itu duduk menghadapi hidangan yang disiapkan shaikh. ''Silakan istirahat dulu sebelu melanjutkan perjalanan kalian,'' ujar shaikh.
Pria berusia menjelang senja itu minta izin kembali ke mushallanya untuk melanjutkan zikirnya yang tertunda.
Kedua kawanan perampok itu berniat lari tanpa minta izin setelah perutnya kenyang. ''Tunggu,'' kata Shaikh. Mereka berbalik kembali dengan wajah penuh tanda tanya. Shaikh menghilang sebentar dan kembali dengan beberapa potong roti. ''Ini untuk kawan kalian yang berada di hutan. Bukankah kalian bertiga,'' kata Shaikh.
Tanpa mengucapkan terima kasih, dua orang itu berlari dengan roti pemberian shaikh. Mereka menceritakan apa yang dijumpainya kepada rekannya yang bersembunyi di hutan. Merasa ada yang janggal, mereka urung membawa lari sapi milik shaikh.
Tiga bulan kemudian, shaikh mengutus salah seorang muridnya kepada komplotan perampok bernama Alhiresh itu. Muridnya berhasil membawa Alhiresh ke hadapan shaikh. ''Bertobatlah kepada Tuhan. Hentikan kegiatan kalian. Itu tidak baik,'' kata Sidi Mukhtar. ''Tak mungkin, dari merampoklah kami hidup,'' kata Alhiresh.
''Kalau begitu, tinggallah di sini. Aku akan menjamin hidup kalian sampai akhir hayat,'' kata shaikh.
''Bagaimana mungkin, aku diampuni. Terlalu banyak orang yang aku bunuh,'' sambung Alhiresh.
''Tuhan maha pemaaf. Mohon ampun dan jangan ulangi perbuatan itu.''
Maka perampok itu kemudian tinggal bersama shaikh hingga akhir hayatnya. Mereka menjadi murid yang paling setia dan tekun berzikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar