Tarekat dalam kehidupan kita sehari-hari
kadang ada yang mengartikan sama dengan tasawuf dan sebaliknya. Nicholson, seorang orientalis
yang kompeten dalam bidang ini, menjelaskan bahwa sufisme bukanlah
sistem yang tersusun atas aturan atau sains, namun menurutnya adalah
merupakan aturan moral. Bila tasawuf merupakan sebuah sains, tentu hanya
akan di ketahui melalui serangkaian instruksi, sedangkan akhlak kepada
Tuhan tidaka akan dapat di wujudkan hanya melalui serangkaian aturan atau
sains. Lebih lanjut beliau juga menegaskan , untuk
mengatasi ketidak sempurnaan dunia, maka bukalah mata terhadap sesuatu yang
tidak sempurna, sebagai upaya untuk bisa merenungi (mengingat) Allah, Dzat yang
jauh dari ketidak sempurnaan, dan itulah sufisme.
Senada dengan
diatas HAMKA juga mendifinisikan tasawuf, menurut beliau sebagaimana di
tegaskan di dalam bukunya Tasawuf Modern ialah keluar dari budi
pekerti yang tercela dan masuk kepada budi pekerti yang mulia atau terpuji. Kegiatan
kaum sufi dalam arti yang demikian adalah yang dituntut dan dianjurkan oleh
agama, karena Islam melalui lisan para pembawanya berfungsi untuk menjamin dan
memelihara keseimbangan dunia ini, bahkan Nabi sendiri menegaskan kerasulannya
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak.
Secara khusus tasawuf juga dapat
diartikan sebagai jalan rohani (thariqah) yang menuju kepada pencapaian
kesempurnaan moral dan pengetahuan intuitif mengenai Tuhan. Dengan demikian yang
menjadi tujuan utama orang menjalankan laku tasawuf adalah mendapatkan penghayatan
makrifat langsung pada dzat Allah. Untuk dapat mengahyati dan memperoleh makrifat
kepada Allah, jalan yang harus di tempuh adalah dengan melalui dengan jalan pengalaman
meditasi konsentrasi di dalam dzikir kepada Allah. Dalamtasawuf jalan untuk bisa menuju makrifat kepada Allah jalannya dinamakan
tarekat (thariqah).
Ada lima karakteristik, menurut al
Taftazani di dalam betasawuf yang bersifat psikis, moral, dan epistemologis
Inti dari tarekat dalam
arti ajaran adalah jalan yang harus di tempuh oleh kaum sufi dalam berusaha
mendekatkan diri kepada Allah melalui ajaran-ajaran yang telah ditentukan dan
dicontohkan oleh ulama’- ulama’ sebelumnya sebagai upaya untuk penyucian hati
dari sesuatuselain Allah, dan untuk menghiasi dzikir kepada Allah.4 Demikian
juga halnya dengan tawajuhan yang dilakukan dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah
ini, untuk bisa mencapai pada dataran pendekatan diri kepada Allah haruslah
dengan jalan khusus, yaitu dengan jalan tawajuhan yangdilakukan dengan
memperbanyak dzikir kepada Allah. Dengan dzikir manusia
akan semakin mudah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan kita tahu
bahwa dengan dzikir pulalah seperti yang dilakukan dalam tarekat
naqsabandiyah kholidiyah ini setidaknya manusia akan mendapatkan dua hal dari
Allah, yaitu:
- غاسية هم الرحمة . orang tersebut akan selalu di telungkupi oleh rahmat Allah
- ونزلت عليهم السكينة . orang tersebut akan selalu mendapatkan ketenangandi dalam hidupnya
Menurut keterangan yang penulis himpun
dari keterangannya Kyai Mansur, di jelaskan oleh beliau ketika seorang murid sudah melaksanakan
dzikir sesuai dengan apa yang di ajarkan dalam tarekat tersebut maka sudah
barang tentu mereka akan mendapatkan apa yang dinamakan ketenangan di dalam
hidupnya, dan juga sudah mengumpulkan bekal untuk kelak di akhiratnya. Karena pada
hakikatnya mereka selalu di telungkupi oleh rahmat Allah melalui perantaraan malaikat yang senantiasa
mendampingi kemana dan di manapun mereka berada. Sehingga oarang tersebut
terhindar dari melakukan perbuatan maksiat kepada Allah SWT.
Jika manusia dalam hidupnya sudah di
telungkupi oleh rahmat Allah, sudah barang tentu akan merasakan ketenangan di dalam
hidupnya. Jika demikian halnya, maka yang ada hanyalah
beribadah kepada Allah dengan lebih khsusuk, karena mereka sudah yakin kalau
yang dapat menciptakan ketenangan hanyalah Allah. Hal
ini dapat mengarahkan kepada kita untuk dapat memahami hakikat dari tujuan hidup manusia, yaitu
tercapainya keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Dan pada akhirnya
tujuan hidup tersebut akan dapat di capai.
Jadi pendekatan yang dilakukan dalam
kegiatan tarekat pada tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah ini adalah dengan melalui
pendekatan dzikir, yang mana dzikir ini dimaksudkan agar kita dapat membiasakan kebiasaan yang
baik yang selalu menuntun kepada mereka untuk selalu mengingat Allah. Hal ini
ada cara khsusus yang harus di tempuh oleh pengikutnya, sebagaimana
dapat kita baca di dalam kitab Risalah Mubarokah.
Adapun dzikir yang di lakukan di dalam
Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah sebagian besar di tempuh dengan dzikir sirri. Dalam tarekat
naqsabandiyah kholidiyah, ada yang menyebut sebagai thariqat al
dzikir. Sebab dalam tarekat ini selalu menempatkan tasawuf sebagai
pakaiannya. Sementara dzikir di tempatkan sebagai muamalahnya, yang
dipelajari dan di peroleh dari mursyidnya. Dan itu semua diperdalam lagi
dalam bentuk pengamalan untuk memoles perilaku kita sehari-hari. Dengan begitu, perilaku
tasawuf yang telah menyatu dengan dengan jiwa kita tersebut akan menjadi hal yang reflektif,
menyatu dan mengalir sistematis (taken for granted) dalam diri kita manusia.
Jadi kalau kita melihat
orang mengaku telah mengikuti kegiatan tarekat tetapi hati dan perilakunya
belum menunjukkan sebagaimana yang di gambarkan dalam kegiatan kesehariannya
maka orang tersebut belum dapat kita namakan sebagai pelaku tasawuf yang
sebenarnya. Karena yang namanya orang bertarekat ataupun tasawuf intinya adalah
pada pembentukan akhlak atau pembiasaan berperilaku baik, baik itu akhlak kepada
sesama manusia, akhlak kepada makhluk lain maupun akhlak kita kepada Allah SWT.
Dalam pengamalannya harus ada keseimbangan antara hablum minallah (hubungan
baik dengan Alloh) dan hablum minannasnya (hubungan baik dengan
sesama manusia), karena disana penekanannya adalah pada pembentukan akhlakul
karimah, dimana dalam
ajaran Islam juga di tekankan mengenai
pengamalan akhlakul karimah. Bagaimana tidak, di dalam tarekat sangat
ditekankan untuk menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Jika demikian maka
manusia akan merasa selalu di awasi oleh Allah di mana dan kapanpun berada (muroqobah).
Juga karena tarekat adalah perilaku yang dilaksanakan Nabi, dan Nabi sendiri ada di
dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang belum sempurna kepada akhlak yang sempurna (akhlakul
karimah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar