Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Sabtu, 05 Mei 2012

Thoriqoh


Tarekat dalam kehidupan kita sehari-hari kadang ada yang mengartikan sama dengan tasawuf dan sebaliknya. Nicholson, seorang orientalis yang kompeten dalam bidang ini, menjelaskan bahwa sufisme bukanlah sistem yang tersusun atas aturan atau sains, namun menurutnya adalah merupakan aturan moral. Bila tasawuf merupakan sebuah sains, tentu hanya akan di ketahui melalui serangkaian instruksi, sedangkan akhlak kepada Tuhan tidaka akan dapat di wujudkan hanya melalui serangkaian aturan atau sains. Lebih lanjut beliau juga menegaskan , untuk mengatasi ketidak sempurnaan dunia, maka bukalah mata terhadap sesuatu yang tidak sempurna, sebagai upaya untuk bisa merenungi (mengingat) Allah, Dzat yang jauh dari ketidak sempurnaan, dan itulah sufisme.

Senada dengan diatas HAMKA juga mendifinisikan tasawuf, menurut beliau sebagaimana di tegaskan di dalam bukunya Tasawuf Modern ialah keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada budi pekerti yang mulia atau terpuji. Kegiatan kaum sufi dalam arti yang demikian adalah yang dituntut dan dianjurkan oleh agama, karena Islam melalui lisan para pembawanya berfungsi untuk menjamin dan memelihara keseimbangan dunia ini, bahkan Nabi sendiri menegaskan kerasulannya hanyalah untuk menyempurnakan akhlak.

Secara khusus tasawuf juga dapat diartikan sebagai jalan rohani (thariqah) yang menuju kepada pencapaian kesempurnaan moral dan pengetahuan intuitif mengenai Tuhan. Dengan demikian yang menjadi tujuan utama orang menjalankan laku tasawuf adalah mendapatkan penghayatan makrifat langsung pada dzat Allah. Untuk dapat mengahyati dan memperoleh makrifat kepada Allah, jalan yang harus di tempuh adalah dengan melalui dengan jalan pengalaman meditasi konsentrasi di dalam dzikir kepada Allah. Dalamtasawuf jalan untuk bisa menuju makrifat kepada Allah jalannya dinamakan tarekat (thariqah).

Ada lima karakteristik, menurut al Taftazani di dalam betasawuf yang bersifat psikis, moral, dan epistemologis

Inti dari tarekat dalam arti ajaran adalah jalan yang harus di tempuh oleh kaum sufi dalam berusaha mendekatkan diri kepada Allah melalui ajaran-ajaran yang telah ditentukan dan dicontohkan oleh ulama’- ulama’ sebelumnya sebagai upaya untuk penyucian hati dari sesuatuselain Allah, dan untuk menghiasi dzikir kepada Allah.4 Demikian juga halnya dengan tawajuhan yang dilakukan dalam tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah ini, untuk bisa mencapai pada dataran pendekatan diri kepada Allah haruslah dengan jalan khusus, yaitu dengan jalan tawajuhan yangdilakukan dengan memperbanyak dzikir kepada Allah. Dengan dzikir manusia akan semakin mudah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan kita tahu bahwa dengan dzikir pulalah seperti yang dilakukan dalam tarekat naqsabandiyah kholidiyah ini setidaknya manusia akan mendapatkan dua hal dari Allah, yaitu:
  1. غاسية هم الرحمة .  orang tersebut akan selalu di telungkupi oleh rahmat Allah
  2. ونزلت عليهم السكينة .  orang tersebut akan selalu mendapatkan ketenangandi dalam hidupnya

Menurut keterangan yang penulis himpun dari keterangannya Kyai Mansur, di jelaskan oleh beliau ketika seorang murid sudah melaksanakan dzikir sesuai dengan apa yang di ajarkan dalam tarekat tersebut maka sudah barang tentu mereka akan mendapatkan apa yang dinamakan ketenangan di dalam hidupnya, dan juga sudah mengumpulkan bekal untuk kelak di akhiratnya. Karena pada hakikatnya mereka selalu di telungkupi oleh rahmat Allah melalui perantaraan malaikat yang senantiasa mendampingi kemana dan di manapun mereka berada. Sehingga oarang tersebut terhindar dari melakukan perbuatan maksiat kepada Allah SWT.

Jika manusia dalam hidupnya sudah di telungkupi oleh rahmat Allah, sudah barang tentu akan merasakan ketenangan di dalam hidupnya. Jika demikian halnya, maka yang ada hanyalah beribadah kepada Allah dengan lebih khsusuk, karena mereka sudah yakin kalau yang dapat menciptakan ketenangan hanyalah Allah. Hal ini dapat mengarahkan kepada kita untuk dapat memahami hakikat dari tujuan hidup manusia, yaitu tercapainya keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Dan pada akhirnya tujuan hidup tersebut akan dapat di capai.

Jadi pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan tarekat pada tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah ini adalah dengan melalui pendekatan dzikir, yang mana dzikir ini dimaksudkan agar kita dapat membiasakan kebiasaan yang baik yang selalu menuntun kepada mereka untuk selalu mengingat Allah. Hal ini ada cara khsusus yang harus di tempuh oleh pengikutnya, sebagaimana dapat kita baca di dalam kitab Risalah Mubarokah.

Adapun dzikir yang di lakukan di dalam Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah sebagian besar di tempuh dengan dzikir sirri. Dalam tarekat naqsabandiyah kholidiyah, ada yang menyebut sebagai thariqat al dzikir. Sebab dalam tarekat ini selalu menempatkan tasawuf sebagai pakaiannya. Sementara dzikir di tempatkan sebagai muamalahnya, yang dipelajari dan di peroleh dari mursyidnya. Dan itu semua diperdalam lagi dalam bentuk pengamalan untuk memoles perilaku kita sehari-hari. Dengan begitu, perilaku tasawuf yang telah menyatu dengan dengan jiwa kita tersebut akan menjadi hal yang reflektif, menyatu dan mengalir sistematis (taken for granted) dalam diri kita manusia.

Jadi kalau kita melihat orang mengaku telah mengikuti kegiatan tarekat tetapi hati dan perilakunya belum menunjukkan sebagaimana yang di gambarkan dalam kegiatan kesehariannya maka orang tersebut belum dapat kita namakan sebagai pelaku tasawuf yang sebenarnya. Karena yang namanya orang bertarekat ataupun tasawuf intinya adalah pada pembentukan akhlak atau pembiasaan berperilaku baik, baik itu akhlak kepada sesama manusia, akhlak kepada makhluk lain maupun akhlak kita kepada Allah SWT. Dalam pengamalannya harus ada keseimbangan antara hablum minallah (hubungan baik dengan Alloh) dan hablum minannasnya (hubungan baik dengan sesama manusia), karena disana penekanannya adalah pada pembentukan akhlakul karimah, dimana dalam
ajaran Islam juga di tekankan mengenai pengamalan akhlakul karimah. Bagaimana tidak, di dalam tarekat sangat ditekankan untuk menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Jika demikian maka manusia akan merasa selalu di awasi oleh Allah di mana dan kapanpun berada (muroqobah). Juga karena tarekat adalah perilaku yang dilaksanakan Nabi, dan Nabi sendiri ada di dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang belum sempurna kepada akhlak yang sempurna (akhlakul karimah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar