Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Senin, 21 November 2011

Dzikir


Dzikir Setelah Shalat

Termasuk sunnah apabila seorang muslim setiap selesai shalat fardhu membaca:
أَسْتَـغْـفِـرُ الله َ .( 3 kali )
( Saya memohon ampun kepada Allah )
اَللَّــهُمَّ أَنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا اْلجَلالِ وَاْلإكْرَامِ
(Ya Allah Engkau Maha Sejahtera, dari-Mu kesejahteraan, Maha Berkah Engkau wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan ).

لاَ إِلَهَ إِلا الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله.لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ. لَهُ النِّعْمَةُ وَ لَهُ اْلفَضْلُ وَ لَهُ الثَّنَاءُ اْلحَسَنُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ مُخْلِصِـيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلكَافِرُوْنَ. اَللَّــهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا اْلجَدِّ مِنْكَ اْلجَدُّ.

(Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya seluruh kerajaan dan milik-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah. Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya, milik-Nya segala nikmat, milik-Nya segala keutamaan dan milik-Nya segala sanjungan yang baik. Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dengan mengikhlaskan agama (ketundukan) untuk-Nya walaupun orang-orang kafir benci. Ya Allah tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi dan tidak bermanfaat bagi orang yang memiliki kekayaan (dari siksaan-Mu) akan kekayaannya" .
Dibaca pula setelah shalat Subuh dan shalat Maghrib do'a seperti diatas dan ditambah  pula dengan do'a ini:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ يُـحْيِي وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. ×10.
(Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nyalah segala pujian, Dialah Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).
Kemudian setelah itu membaca:
"سُبْحَانَ الله" 33x dan "اَلْـحَمْدُ ِلله" 33x dan"  ُأَكْـَبرُ الله  33x, Kemudian disempurnakan yang keseratus dengan membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
(Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) .
Kemudian membaca ayat Kursi 1 x

Sabtu, 19 November 2011

Ikhlas Di Setiap Ruang Kehidupan


              Sekilas saja, pada kesempatan kali ini akan kita buka kembali album  kenangan sejarah yang pernah terjadi di zaman Nabi saw. Dikisahkan ketika itu, Nabi saw memerintahkan para sahabatnya untuk pergi bersamanya ke suatu daerah bernama, Tabuk. Daerah yang berjarak kurang lebih empat ratus mil utara kota Madinah. Abu Dzar al-Ghifari ra, seorang sahabat ‘papan atas’, termasuk  dalam rombongan pasukan tersebut. Terlihat ia sedang sibuk bergegas-kemas mempersiapkan bekal perjalanan. Fisik dan psikologis. Di tengah keriuhan suasana persiapan menjelang keberangkatan, di kejauhan tampak terlihat ada pemandangan yang kurang wajar. Kalau diperhatikan dengan saksama ternyata tidak semua orang yang ada saat itu langsung bergegas melakukan persiapan sesaat setelah Nabi saw memerintahkan untuk segera berangkat ke Tabuk. Terlihat ada sebagian di antara mereka yang masih keberatan untuk berangkat, dengan alasan yang dibuat-buat. Ada lagi yang berangkat tapi lesu darah. Ogah-ogahan. Terhadap mereka  yang masih enggan berangkat, Nabi saw segera menghampiri dan menyapa, lalu  menerangkan dengan lemah lembut argumentasi yang mendasari strategi dan arti pentingnya keberangkatan rombongan ke Tabuk demi tegaknya agama Islam. Percuma. Sebagian dari mereka tetap enggan berangkat. Pada akhirnya, dengan bilangan anggota yang tidak seberapa besar, berangkatlah rombongan tersebut di bawah  komando panglima perang, Muhammad saw.
              Di tengah perjalanan, khafilah ini menghadapi kesulitan kekurangan bekal makanan. Rasa cinta pada Nabi(lah)yang telah berhasil menepis berbagai kesulitan yang mereka alami. Satu per satu anggota rombongan ini pun mulai ada yang tercecer. Tertinggal jauh di belakang. Nabi saw diberitahu. Dan setiap kali diberitahu, Beliau saw berujar, ”Jika ia orang baik, Allah akan mengembalikannya pada kita --menyusul, dan jika ia orang yang tidak baik, lebih baik ia pergi --tidak perlu menyusul”.
              Mendengar ucapan Nabi saw tadi, tiba-tiba dibenak kita menyembul pertanyaan, mengapa Nabi saw sampai berkata demikian ini. Adakah penumpang gelap  yang telah  menyusup ke dalam rombongan lalu siap memaki bila misi ini gagal, dan siap mendompleng sebagai pahlawan kesiangan bila misi ini berhasil. Marilah sejenak kita renungkan ucapan Beliau. Ternyata ucapan Nabi saw  tadi  sangat logis. Coba kita  kembali  ke situasi psikologis-spiritual peserta rombongan sebelum berangkat. Di antara mereka ada yang spontan mematuhi perintahnya. Ada yang pikir-pikir dulu, berangkat apa tidak. Ada yang ikut sembari bermalas-malasan. Ada yang betul-betul membangkang. Boleh jadi sebagian dari mereka yang, dulu nyaris tidak berangkat, namun akhirnya berangkat juga, patah semangat. Keengganan untuk bisa mengerti arti sabda Sang Nabi saw, ditambah lagi dengan beratnya medan perjalanan yang musti dilalui , yaitu terpaan mentari sepanjang 400 mil tanpa keteduhan, naik onta! Inilah yang menjadi penyebabnya. Ada yang   kembali arah, putus di jalan, ada yang meneruskan perjalanan. Dalam konteks kualitas psikologis-spiritual para peserta rombongan yang bervariasi ini, maka ucapan Nabi saw tadi menjadi sangat bisa difahami. Jika mereka orang baik, maksudnya taat pada Nabi saw, seberat apapun rintangan yang ada, mereka tetap meneruskan perjalanan. Sebaliknya, bagi mereka yang semula memang enggan menaati perintah Nabi saw, tentunya semangat mereka mudah menjadi lembek. Rapuh. Melayu, lalu putus  di jalan. 
              Syahdan, onta Abu Dzar yang kurus dan lemah tertinggal jauh di belakang.  “Ya Rasulullah! Abu Dzar tertinggal!” Nabi saw pun mengulangi kalimat tadi.
              Abu Dzar ra semakin jauh tertinggal. Ontanya, pada akhirnya, ngambek tak mau berjalan. Tanpa rasa gelisah, ia turun dan membebaskan onta tersebut. Menyusul rombongan yang sudah tidak terlihat lagi.  Berjalan kaki, seorang diri! Padang tandus menganga berwarna sepi, telah menanti. Selebihnya tentu mudah ditebak. Panas mentari mulai menggores kulitnya. Tenaganya terkuras dan  keringatnya tampak pula mulai beranak pinak.
               Dengan iklim yang jauh dari kata gemah ripah loh jinawi, di tengah perjalanan, terkadang beliau beristirahat sejenak di sela batu-batu yang terlindung panas oleh bebukitan. Sesaat beliau melepas lelah,  sekawanan debu-debu pun langsung menyerbu mendekati tubuhnya yang kian lusuh. Persediaan air yang ia bawa semakin berkurang. “Lalu bagaimana dengan persediaan air yang dibawa oleh Rasulullah saw?” “Masih tersisa ataukah sudah habis?” Hatinya berbisik sendiri. Maka ia pun menunda minum! Sejurus kemudian ia beranjak dari tempatnya berteduh, mengusir kawanan debu dari bajunya. Menarik nafas dalam-dalam serta menghembuskannya keluar dengan suatu tekanan heroik. Bergegas   menyambut bara angin sahara, menyelesaikan sisa perjalanan.
              Di kejauhan, rombongan yang telah sampai di tempat, lamat-lamat melihat sesosok orang yang berjalan terhuyung-huyung. “Ya Rasulullah! Kami melihat seseorang menuju ke arah kita!”
              “Semoga itu Abu Dzar”, bibir bening Beliau saw berucap lirih. Sosok itu makin dekat, memang itu Abu Dzar ra. Gemuruh semangatnya tak mau menyerah pada kelemahan fisiknya. Nabi saw segera memerintahkan beberapa orang untuk menyusul Abu Dzar ra sambil membawa air supaya tidak keburu roboh. Tapi, aneh! Abu Dzar ra yang tercekik haus, malah tersenyum lalu  menolak halus pemberian air itu seraya berkata serak bahwa ia masih mempunyai sedikit air.
              Setelah sampai di tempat dan bergabung bersama rombongan lagi, Beliau saw berkata setengah bertanya, “Engkau membawa air, tetapi tidak minum dan engkau hampir tidak kuat menahan haus”.
              “Memang benar, saya masih menyimpan air tapi saya belum akan minum kalau itu mendahuluimu, ya Rasulullah!”
              Pembaca Budiman. Kisah menarik ini sengaja saya potong sampai di sini. Dari sini kita bisa menyimak, bagaimana Abu Dzar dengan gilang gemilang telah berhasil memperagakan dirinya sebagai seorang sahabat papan atas dalam arti yang selengkapnya. Ego yang ada pada dirinya sudah tidak terlihat sama sekali, yang tersisa tinggal pengabdian pada kekasihnya, Muhammad saw. Betapa indah harmoni yang terjalin antara penghayatan nilai Islam yang berpadu dengan perbuatan nyata. Dia telah membuktikan, Islam bukan agama teori semata, lebih dari itu, ia agama amali. Di sini, agama sebagai bahasa langit telah dialih-bahasakan oleh sahabat setia ini menjadi bahasa bumi. Bahasa manusia. Dengan demikian, lebih jauh tentulah bisa disimpulkan, Rasulullah saw telah berhasil menanamkan hakikat tauhid dalam pandangan dunia seorang Abu Dzar al-Ghiffari ra. Hakekat tauhid telah benar-benar bersemayam di dalam jiwanya, lalu muncul dalam bentuk perilaku sebagai seorang sahabat setia.  
              Perbedaan kualitas hubungan yang mencolok antara murid dari seorang guru filsafat dan murid dari seorang Nabi antara lain ialah hubungan murid dengan guru filsafat cenderung dangkal, kontraktual, sebatas pemikiran semata. Kurang ada ikatan psikologis yang mendalam, dan sisi empatinya sangat cair. Di pihak lain,  hubungan antara murid dengan Nabi  lebih bersifat keterpesonaan spiritual dari si murid pada karakter Sang Nabi. Hubungan keduanya sangat hangat dan memberi warna dalam kehidupan bathiniyah mereka berdua. Si murid pun tidak segan-segan berkorban demi guru yang dicintainya, dan sang guru pun berkonsentrasi penuh memperhatikan setiap perkembangan dan peningkatan posisi spiritual si murid. Hal lain yang membuat murid dari seorang nabi bisa begitu taat dikarenakan para nabi mengarahkan, membimbing perhatian muridnya pada kemahabesaran Sang Pencipta. Bukan pada kebesaran diri nabi sendiri.
              Tindakan Abu Dzar di atas tadi, selain patuh atas perintah Nabi saw, juga ikhlas menanggung berbagai kesulitan yang dialami sebagai akibat logis dari kepatuhan kepada Nabi saw. Bila diteruskan sedikit, taat kepada Nabi saw, artinya sama saja taat pada Allah swt. Hal ini dikarenakan sabda Nabi saw ialah wahyu semata. Sabda Beliau saw tidak akan pernah keluar dari hawa nafsunya. Ada sekuntum hikmah yang berbunyi: tidak ada cinta tanpa perjuangan, tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan, dan tidak ada pengorbanan tanpa keikhlasan. Demikian bunyi hikmah tersebut. Dan, Abu Dzar ra, telah memperagakannya. Dengan demikian mudah bagi kita untuk menirunya. Meniru? Ya, menirunya!
              Ikhlas dalam bahasa yang sederhana ialah menyucikan segala perbuatan dari semua niat kecuali kepada Allah swt. Orang yang ikhlas ialah mereka yang tidak pernah terbetik di hatinya untuk unjuk amal dan takjub terhadap perbuatannya sendiri. Kesadaran bahwa segala nikmat yang diperoleh berasal dari-Nya lalu harus dikembalikan lagi pada Sang Maha Pemilik lewat jalur-Nya merupakan kesadaran awal yang musti dimiliki agar seseorang bisa berbuat secara ikhlas.
              Namun, sebelum perbincangan ini dilanjutkan, buru-buru saya sampaikan bahwa ikhlas itu berbeda dengan gratis. Ikhlas tidak sama dengan gratisan. Acapkali kata ikhlas ini sengaja disalahgunakan oleh sebagian orang untuk mengurangi hak individu. Mereka yang sering mengkorting hak orang lain telah memanfaatkan kondisi psikologis ini untuk sesedikit mungkin mengeluarkan dana .
              Lalu sebaliknya, mereka yang menuntut haknya atas jerih payah yang telah dikeluarkan, bukan berarti orang ini tidak ikhlas. Ikhlas tidak bisa dinilai dari penampakkan fisik saja. Dalam satu kesempatan Nabi saw bersabda bahwa Allah swt berfirman, ikhlas ialah suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Aku cintai.
              Lewat hadist ini pula diketahui bahwa ikhlas merupakan bingkisan spiritual dari Allah swt bagi hamba-Nya yang dicintai. Boleh jadi, ketika seseorang melakukan perbuatan, ia sendiri tidak bisa menilai. Perbuatan itu dilakukan secara ikhlas atau tidak ikhlas. Karena Allah atau bukan karena Allah. Dan sebaiknya ia malah tidak perlu sadar kalau perbuatannya ia lakukan secara ikhlas. Seorang sufi pernah berkata, jika orang itu sadar bahwa perbuatannya dilakukan secara ikhlas maka keikhlasannya itu perlu diikhlaskan lagi.
              Sebenarnya, ada daftar pertanyaan yang telah menunggu untuk dijawab dari tadi seandainya tema ikhlas kali ini kita refleksikan dalam kehidupan sekarang ini. Misalnya, dalam suasana hidup yang kapitalistik-materialistik, serba kredit dan parasit seperti dewasa ini, masih adakah ruang dan peluang untuk melakukan perbuatan secara ikhlas. Bila interaksi sosial   terlihat sangat predatory masih bermaknakah bila perbincangan tentang perbuatan ikhlas dibuka kembali. Bukankah gara-gara status kontrak sosial di semua lini kehidupan ini telah menjadikan kata ikhlas tergencet di sudut-sudut kehidupan. Kondisi sosial seperti inilah yang menjadikan kata ikhlas identik dengan kata, tak bergairah. Kata ikhlas senafas dengan kata, menyerah tanpa perlawanan. Bila tidak ikhlas akan dikatakan, tidak baik hati. Nah!
              Tapi baiklah. Kita akui saja kehidupan masyarakat abad ini adalah kehidupan masyarakat yang parasitisma. Ideologi kapitalistik dengan segala akibat sampingannya telah membuat kata ikhlas sudah tidak populer lagi. Apalagi bila kata ini didengar dan dipakai oleh anak-anak muda sekarang. Ia berubah menjadi kata yang menakutkan. Mereka, karena telah menjadi anak zaman kapitalisme, seringkali malah menggunakan kata ikhlas untuk perbuatan yang tidak terpuji. Misalnya, saya ikhlas koq mbeliin kamu minum keras!
              Berangkat dari persoalan di atas, kiranya perlu dibedakan antara ajaran agama dengan realitas sosial yang ada. Karena kehadiran ajaran agama untuk merubah kondisi sosial ke arah yang lebih baik. Ketika Allah swt mengangkat Musa as sebagai Rosul, kondisi sosial saat itu begitu menyedihkan. Kaum Yahudi ditindas oleh Fir’aun, dijadikan budak belian. Inilah romusa sejarah yang akan dikenang sepanjang masa. Musa as datang membawa nilai-nilai Taurat. Membebaskan kaum Yahudi. Berhasil. Begitu juga dengan kehadiran Muhammad saw sebagai utusan. Beliau saw datang  membawa pesan al-Qur’an di zaman jahiliyah . Akibatnya, era jahiliyah tidak berlangsung lama.  Muhammad saw dengan menyandang predikat cum laude berhasil pula menumbangkan era ini.
              Dengan demikian, bila ditarik sesimpul  pendapat,  ajaran agama justru berperan untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya yang berkembang di masyarakat. Dengan ajaran agama masyarakat akan memperoleh pedoman tentang bagaimana mereka harus menangkap dan menyikapi realitas kehidupan dan penghidupan ini. Dari sebab itu, tema-tema keagamaan tidak akan pernah basi untuk terus di kampanyekan. Untuk terus didengang-dengungkan. Ia tidak pernah lapuk digerus zaman sekalipun berada ditengah-tengah situasi sosial yang bercorak parasitisma seperti yang telah disinggung di atas. Hanya saja, persoalannya ialah bagaimana mengemas ajaran agama sehingga terkesan menarik, lembut, cerdas dan berbudaya sehingga masyarakat tidak alergi lagi bila harus mendengar istilah-istilah yang diambil dari ajaran-ajaran agama. Namun ada yang jauh lebih penting dari itu, si penyampai agama sendiri harus bisa menjalani apa yang mereka sampaikan. Bukankah Rasul saw pernah menasehati, bahasa nyata dalam perbuatan itu lebih fasih dari bahasa yang diucapkan lidah. Imam Ali kwh sempat menasehati kita pula, bila nasehat itu keluar dari lidah maka hanya akan diterima oleh telinga. Bila nasehat itu keluar dari hati  maka akan diterima oleh hati pula.
              Tapi, lagi-lagi saya tambahkan,  bahwa Islam tidak anti kapitalisme. Islam tidak anti kekayaan. Sebagaimana disabdakan oleh Beliau saw, “Bekerjalah untuk duniamu seperti engkau akan hidup selamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu seperti engkau akan mati esok hari. Atau ada sabda Beliau saw yang lain bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Kedua sabda ini memperlihatkan bahwa Islam sangat memperhatikan denyut nadi kehidupan ekonomi, tapi jangan sekali-kali mengabaikan kehidupan akhirat. Ada keseimbangan di sana. Tinggal sekarang bagaimana kita menyikapi kekayaan yang telah kita peroleh untuk membantu sesama demi kepentingan kehidupan kita kelak.
              Sampai di sini perlu ditekankan bahwa berbuat ikhlas dalam kondisi sosial seperti sekarang ini memang diakui terasa sulit. Selalu saja ada pamrih kepada selain Allah swt yang setia menempel disetiap langkah kita sehari-hari. Namun hal ini malah merupakan tantangan bagi kita. Ada sebagian dari kita yang beranggapan, bila kita hidup di masyarakat purba yang serba tidak bayar, kita akan lebih mudah untuk berbuat ikhlas.Gampang bertulus hati. Benarkah anggapan ini? Belum tentu. Buktinya,  penindasan atas sesama sudah terjadi sejak dulu kala. Jauh sebelum zaman serba beaya seperti saat ini.
              Boleh jadi, bila kita bisa berbuat ikhlas di era serba uang, nilainya akan jauh lebih tinggi dibandingkan bila kita berbuat ikhlas dalam suasana hidup tanpa godaan. Bagaimana tidak, godaan untuk selalu mengeksploitasi sesama terus menghampiri kita. Namun, hal itu tidak kita lakukan, bahkan sebagian dari kekayaan, kita sisihkan bagi mereka yang berkekurangan.  Kita tengok lagi  lintasan kisah Abu Dzar ra di atas. Rasa-rasanya, bila beliau ra taat terhadap perintah Nabi saw dan bersedia menanggung resikonya secara ikhlas dalam kondisi damai, jelas hal ini belum tentu merupakan prestasi yang patut diacungi jempol. Lumrah saja. Hampir semua orang bisa melakukan hal itu. Tapi lihatlah, beliau ra tetap taat secara ikhlas atas perintah Nabi saw dengan segala resiko yang harus diterima dalam situasi sulit dan menderita. Ini yang luar biasa.
              Di penghujung perbincangan ini marilah kita tengadahkan tangan. Bermunajat kepada Yang Maha Cepat Ridha-Nya agar kita dianugerahi bingkisan spiritual berupa rasa ikhlas di setiap langkah dalam ruang kehidupan dan penghidupan ini. Sebagian untaian munajat yang tertuang di bawah ini dilantunkan oleh Imam Ali Zainal Abidin bin Husein, cicit dari Rasulullah saw.

Dengan Asma Allah yang Mahakasih dan Mahasayang.

Ilahi,
apakah orang yang telah mencicipi manisnya cinta-Mu akan menginginkan pengganti selain-Mu,
apakah orang yang telah bersanding di samping-Mu akan mencari penukar selain-Mu.
Ilahi,
Jadikan kami di antara orang yang Kau pilih untuk pendamping dan kekasih-Mu,
yang Kau ikhlaskan untuk memperoleh cinta dan kasih-Mu,
yang Kau rindukan untuk datang menemui-Mu, yang Kau ridhakan (hatinya) untuk menerima qadha-Mu,
yang Kau anugerahkan (kebahagiaan) melihat wajah-Mu,
yang Kau limpahkan keridhaan-Mu,
yang Kau lindungi dari pengusiran dan kebencian-Mu,
yang Kau persiapkan baginya kedudukan shiddiq di samping-Mu,
yang Kau istimewakan dengan makrifat-Mu,
yang Kau arahkan untuk mengabdi-Mu,
yang Kau tenggelamkan hatinya untuk iradah-Mu,
yang Kau pilih untuk menyaksikan-Mu,
yang Kau kosongkan dirinya (hanya) untuk-Mu,
yang Kau bersihkan hatinya untuk (diisi) cinta-Mu,
yang Kau bangkitkan hasratnya akan karunia-Mu,
yang Kau ilhamkan padanya mengingat-Mu,
yang Kau dorong padanya mensyukuri-Mu,
yang Kau sibukkan dengan ketaatan-Mu,
yang Kau jadikan dari makhluk-Mu yang saleh,
yang Kau pilih untuk bermunajat pada-Mu,
yang Kau putuskan daripadanya segala sesuatu yang memutuskan  hubungan dengan-Mu.
Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan Keluarganya.
Ya, Arhamar Rahimin.
    

Jumat, 18 November 2011

Keutamaan Sholawat


Pengertian Sholawat dan Salam atas nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam:

Allah subhaanhu wa ta’aala berfirman:
} إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”                     (Q.S. Al-Ahzab: 56)
Ibnu Katsir-Rahimahullah- berkata: “Maksud ayat ini adalah bahwa Allah subhaanhu wa ta’aala mengabarkan kepada hamba-hamba-Nya tentang kedudukan hamba dan nabi-Nya (Muhammad) di sisi-Nya di langit di mana malaikat-malaikat bersholawat untuknya, lalu Allah subhaanhu wa ta’aala memerintahkan makhluk-makhluk yang ada di bumi untuk bersholawat dan salam untuknya, agar pujian tersebut berkumpul untuknya dari seluruh alam baik yang ada di atas maupun yang ada di bawah.”
Ibnul Qoyyim -Rahimahullah- berkata dalam buku “Jalaul Afham”: “Artinya bahwa jika Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk rasul-Nya, maka hendaklah kalian juga bersholawat dan salam untuknya karena kalian telah mendapatkan berkah risalah dan usahanya, seperti kemuliaan di dunia dan di akhirat.”
Banyak pendapat tentang pengertian Sholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam
, dan yang benar adalah seperti apa yang dikatakan oleh Abul Aliyah: “Sesungguhnya Sholawat dari Allah itu adalah berupa pujian bagi orang yang bersholawat untuk beliau di sisi malaikat-malaikat yang dekat” -Imam Bukhari meriwayatkannya dalam Shohihnya dengan komentar yang kuat- Dan ini adalah mengkhususkan dari rahmat-Nya yang bersifat umum. Pendapat ini diperkuat oleh syekh Muhammad bin ‘Utsaimin.
Salam: Artinya keselamatan dari segala kekurangan dan bahaya, karena dengan merangkaikan salam itu dengan sholawat maka kitapun mendapatkan apa yang kita inginkan dan terhapuslah apa yang kita takutkan. Jadi dengan salam maka apa yang kita takutkan menjadi hilang dan  bersih dari kekurangan dan dengan sholawat maka apa yang kita inginkan  menjadi terpenuhi dan lebih sempurna. Demikian yang dikatakan oleh Syekh Muhammad bin ‘Utsaimin.

Hukum Sholawat Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam
Menurut madzhab Hanbaliy, sholawat dalam tasyahhud akhir itu adalah termasuk di antara rukun-rukun sholat.
Al-Qodhi Abu Bakar bin Bakir berkata: “Allah subhaanhu wa ta’aala telah mewajibkan makhluk-Nya untuk bersholawat dan salam untuk nabi-Nya, dan tidak menjadikan itu dalam waktu tertentu saja. Jadi yang wajib adalah hendaklah seseorang memperbanyak sholawat dan salam untuk beliau dan tidak melalaikannya.”

Saat-Saat Yang Disunnahkan dan Dianjurkan Membaca Sholawat dan Salam Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam:

1. Sebelum berdoa:
Fadhalah bin ‘Abid berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang laki-laki berdoa dalam sholatnya, tetapi tidak bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda: “Orang ini tergesa-gesa” Lalu beliau memanggil orang tersebut dan bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya:
((إذَا صَلَّى أحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيهِ ، ثُمَّ يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ ، ثُمَّ لِيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ))
“Bila salah seorang di antara kalian sholat (berdoa) maka hendaklah ia memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah lalu bersholawat untuk nabi, kemudian berdoa setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.”                      [H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim]
Dalam salah satu hadits disebutkan:
((الدُّعَاءُ مَحْجُوبٌ حَتَّى يُصَلِّيَ الدَّاعِي عَلَى النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم ))
“Doa itu terhalangi, hingga orang yang berdoa itu bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam.”                     [H.R. Thabarani]
Ibnu ‘Atha berkata: “Doa itu memiliki rukun-rukun, sayap-sayap, sebab-sebab dan waktu-waktu. Bila bertepatan dengan rukun-rukunnya maka doa itu menjadi kuat, bila sesuai dengan sayap-sayapnya maka ia akan terbang ke langit, bila sesuai dengan waktu-waktunya maka ia akan beruntung dan bila bertepatan dengan sebab-sebabnya maka ia akan berhasil.”
Adapun rukun-rukunnya adalah menghadirkan hati, perasaan tunduk, ketenangan, kekhusyu’an, dan ketergantungan hati kepada Allah, sayap-sayapnya adalah jujur, waktu-waktunya adalah di saat sahur dan sebab-sebabnya adalah sholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam.
2. Ketika menyebut, mendengar dan menulis nama beliau:
Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((رَغَمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ))
“Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia tidak bersholawat untukku.”     [H.R. Tirmidzi dan Hakim]

3. Memperbanyak sholawat untuknya pada hari Jum’at:
Dari ‘Aus bin ‘Aus berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((إنَّ أفْضَلَ أيَّامِكُمْ يَوُمُ الجُمْعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ ...))
“Sesungguhnya di antara hari-hari yang paling afdhal adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah sholawat untukku pada hari itu, karena sholawat kalian akan sampai kepadaku......”   [H. R. Abu Daud, Ahmad dan Hakim]

4. Sholawat untuk nabi ketika menulis surat dan apa yang ditulis setelah Basmalah:
Al-Qodhi ‘Iyadh berkata: “Inilah saat-saat yang tepat untuk bersholawat yang telah banyak dilakukan oleh umat ini tanpa ada yang menentang dan mengingkarinya. Dan tidak pula pada periode-periode awal. Lalu terjadi penambahan pada masa pemerintahan Bani Hasyim -Daulah ‘Abbasiah- lalu diamalkan oleh umat manusia di seluruh dunia.”
Dan di antara mereka ada pula yang mengakhiri bukunya dengan sholawat.

5. Ketika masuk dan keluar mesjid:
Dari Fatimah -Radhiyallahu ‘Anha- berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bila anda masuk mesjid, maka ucapkanlah:
((بِسْمِ اللهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللهِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَاغْفِرْ لَنَا وَسَهِّلْ لَنَا أبْوَابَ رَحْمَتِكَ))
”Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah, ya Allah sholawatlah untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, ampunilah kami dan mudahkanlah bagi kami pintu-pintu rahmat-Mu.”
“Dan bila keluar dari mesjid maka ucapkanlah itu, tapi (pada penggalan akhir) diganti dengan:
((وَسَهِّلْ لَنَا أبْوَابَ فَضْلِكَ))
“Dan permudahlah bagi kami pintu-pintu karunia-Mu.”   [H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi]   

Cara Sholawat dan Salam Untuk Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam
Allah sollallohu ‘alaihi wa sallam berfirman:
} إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”                     (Q.S. Al-Ahzab: 56)
Jadi yang utama adalah dengan menggandengkan sholawat dan salam bersama-sama, dengan harapan agar doanya dapat dikabulkan oleh Allah sollallohu ‘alaihi wa sallam Inilah bentuk sholawat dan salam untuk beliau sollallohu ‘alaihi wa sallam Dari Abi Muhammad bin ‘Ajrah -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam keluar kepada kami, lalu saya berkata: “Wahai Rasulullah! Kami telah mengetahui bagaimana kami memberi salam kepadamu, maka bagaimana kami bersholawat untukmu?” Maka beliau bersabda: “Katakanlah:
((اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إبْرَاهِيمَ إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ))
“Ya Allah! Berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkaulah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.”    [Muttafqun ‘Alaihi]
Dan dari Abi Hamid As-Sa’id -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Mereka bertanya: “Ya Rasulullah bagaimana kami bersholawat untukmu? Beliau menjawab: “Katakanlah:
((اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ ، إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ))
“Ya Allah! Berilah sholawat untuk Muhammad, istri-istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau memberi sholawat untuk Ibrahim. Berkatilah Muhammad, istri-istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau memberkati Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” [Muttafaqun ‘Alaihi]
Kedua hadits ini menunjukkan bentuk sholawat yang sempurna untuk Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam.

Keutamaan Sholawat dan Salam Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam
Dari Umar -Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((إذَا سَمِعْتُمُ المُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ مَرَّةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا لِي الوَسِيلَةَ فَإنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِي إلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ وَأرْجُو أنْ أكُونَ هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الوَسِيلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ))
“Jika kalian mendengar orang yang adzan maka ucapkanlah seperti apa yang ia ucapkan dan bersholawatlah untukku karena barangsiapa yang bersholawat untukku sekali maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, kemudian  mintalah wasilah (kedudukan mulia di surga) untukku, karena ia adalah suatu kedudukan di surga yang tidak pantas diberikan kecuali kepada seorang hamba dari hamba-hamba Allah dan semoga akulah hamba itu, maka barangsiapa yang memohon untukku wasilah maka  ia berhak mendapatkan syafa’at.”                  [H.R. Muslim]
Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِيْنَ يُصْبِحُ عَشْرًا وَحِينَ يُمْسِي عَشْرًا أدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي))
“Barangsiapa yang bersholawat untukku di waktu pagi sepuluh kali dan di waktu sore sepuluh kali, maka ia berhak mendapatkan syafa’atku.”     [H.R. Thabarani]
Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا))
“Barangsiapa yang bersholawat atasku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.”      [H.R. Muslim, Ahmad dan perawi hadits yang tiga]
Dan dari Abdurrahman bin ‘Auf -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Saya telah mendatangi nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam ketika ia sedang sujud dan memperpanjang sujudnya. Beliau bersabda:“Saya telah didatangi Jibril, ia berkata: “Barangsiapa yang bersholawat untukmu, maka saya akan bersholawat untuknya dan barangsiapa yang memberi salam untukmu maka saya akan memberi salam untuknya, maka sayapun bersujud karena bersyukur kepada Allah.”  [H.R. Hakim, Ahmad dan Jahadhmiy]
Ya’qub bin Zaid bin Tholhah At-Taimiy berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Telah datang kepadaku (malaikat) dari Tuhanku dan berkata: “Tidaklah seorang hamba yang bersholawat untukmu sekali kecuali Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.” Maka seseorang menuju kepadanya dan bertanya: “Ya Rasulullah! Apakah saya jadikan seperdua doaku untukmu?” Beliau menjawab: “Jika anda mau”. Lalu bertanya: “Apakah saya jadikan sepertiga doaku?” Beliau bersabda: “Jika anda mau” Ia bertanya: “Kalau saya jadikan seluruh doaku?” Beliau bersabda: “Jika demikian maka cukuplah Allah sebagai motivasi dunia dan akhiratmu.”  [H.R. Al-Jahdhami, Al-Albani berkata: “Hadits Mursal dengan Isnad yang Shohih]
Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((إنَّ للهِ مَلاَئِكَةً سَيَّاحِينَ يُبَلِّغُونَنِي مِنْ أُمَّتِي السَّلاَمَ))
“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling menyampaikan salam kepadaku dari umatku.” [H.R. Nasa’i dan Hakim]
Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang bersholawat untukku sekali maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, diampuni sepuluh dosa-dosanya dan diangkat baginya sepuluh derajat.”  [H.R. Ahmad dan Bukhari, Nasa’i dan Hakim dan ditashih oleh Al-Albani]
Hadits marfu’ dari Ibnu Mas’ud: “Manusia yang paling utama di sisiku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bersholawat untukku.”  [H.R. Tirmidzi dan berkata: “Hasan ghorib dan H.R. Ibnu Hibban]
Dari Jabir bin Abdullah berkata: “Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang ketika mendengarkan adzan membaca:
((اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ ، آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ))
“Ya Allah! Tuhan pemilik adzan yang sempurna ini dan sholat yang ditegakkan, berilah Muhammad wasilah dan fadhilah dan bangkitkanlah ia pada tempat terpuji yang telah Engkau janjikan untuknya.”
Maka ia berhak mendapatkan syafa’at pada hari kiamat.    [H.R. Bukhari dalam shohihnya]

Celaan Bagi Yang Tidak Bersholawat Untuk Nabi.

Dari Abu Huraerah -Radhiyallahu ‘Anhu-­ berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celakalah seseorang yang jika namaku disebut di sisinya ia tidak bersholawat untukku, celakalah seseorang, ia memasuki bulan Ramadhan kemudian keluar sebelum ia diampuni, celakalah seseorang, kedua orang tuanya telah tua tetapi keduanya tidak memasukkannya ke dalam surga.” Abdurrahman salah seorang perawi hadits dan Abdurrahman bin Ishak berkata: “Saya kira ia berkata: “Atau salah seorang di antara keduanya”                       [H.R. Tirmidzi dan Bazzar]
Dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((البَخِيلُ كُلَّ البُخْلِ الَّذِي ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ))
“Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bersholawat untukku.”               [H.R. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy]
Dari Ibnu Abbas, Rasul sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((مَنْ نَسِيَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ خُطِئَ طَرِيقَ الجَنَّةَ))
“Barangsiapa yang lupa mengucapkan sholawat untukku maka ia telah menyalahi jalan surga.”    [Telah ditashih oleh Al-Albani]
Dari Abu Hurairah, Abul Qosim bersabda: “Suatu kaum yang duduk pada suatu majelis lalu mereka bubar sebelum dzikir kepada Allah dan bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, maka Allah akan menimpakan kebatilan atas mereka, bila Ia menghendaki maka mereka akan disiksa dan bila Ia menghendaki maka mereka akan diampuni.”  [H.R. Tirmidzi dan mentahsinnya serta Abu Daud]
Diriwayatkan oleh Abu Isa Tirmidzi dari sebagian ulama berkata: “Jika seseorang bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam sekali dalam suatu majelis, maka itu sudah memadai dalam majelis  tersebut.”

Faedah dan Buah Sholawat Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam:

Ibnul Qoyyim menyebutkan 39 manfaat sholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, di antaranya adalah sebagai berikut:
       1. Melaksanakan perintah Allah subhaanahu wa ta’aala
       2. Mendapatkan sepuluh sholawat dari Allah bagi yang membaca sholawat satu kali.
       3. Ditulis baginya sepuluh kebaikan dan dihapus darinya sepuluh kejahatan.
       4. Diangkat baginya sepuluh derajat.
       5. Kemungkinan doanya terkabul bila ia mendahuluinya dengan sholawat, dan doanya akan naik menuju kepada Tuhan semesta alam.
       6. Penyebab mendapatkan syafa’at sollallohu ‘alaihi wa sallam bila diiringi oleh permintaan wasilah untuknya atau tanpa diiringi olehnya.
       7. Penyebab mendapatkan pengampunan dosa.
       8. Dicukupi oleh Allah apa yang diinginkannya.
       9. Mendekatkan hamba dengan nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat.
       10.Menyebabkan Allah dan malaikat-Nya bersholawat untuk orang yang bersholawat.
       11.Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam menjawab sholawat dan salam orang yang bersholawat untuknya.
       12.Mengharumkan majelis dan agar ia tidak kembali kepada keluarganya dalam keadaan menyesal pada hari kiamat.
       13.Menghilangkan kefakiran.
       14.Menghapus predikat “kikir” dari seorang hamba jika ia bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam ketika namanya disebut.
       15.Orang yang bersholawat akan mendapatkan pujian yang baik dari Allah di antara penghuni langit dan bumi, karena orang yang bersholawat, memohon kepada Allah agar memuji, menghormati dan memuliakan rasul-Nya, maka balasan untuknya sama dengan yang ia mohonkan, maka hasilnya sama dengan apa yang diperoleh oleh rasul-Nya.
       16.Akan mendapatkan berkah pada dirinya, pekerjaannya, umurnya dan kemaslahatannya, karena orang yang bersholawat itu memohon kepada Tuhannya agar memberkati nabi-Nya dan keluarganya, dan doa ini terkabul dan balasannya sama dengan permohonannya.
       17.Nama orang yang bersholawat itu akan disebutkan dan diingat di sisi Rasul sollallohu ‘alaihi wa sallam seperti penjelasan terdahulu, sabda Rasul: “Sesungguhnya sholawat kalian akan diperdengarkan kepadaku.” Sabda beliau yang lain: “Sesungguhnya Allah mewakilkan malaikat di kuburku yang menyampaikan kepadaku salam dari umatku.” Dan cukuplah seorang hamba mendapatkan kehormatan bila namanya disebut dengan kebaikan di sisi Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam.
       18.Meneguhkan kedua kaki di atas Shirath dan melewatinya berdasarkan hadits Abdurrahman bin Samirah yang diriwayatkan oleh Said bin Musayyib tentang mimpi Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam: “Saya melihat seorang di antara umatku merangkak di atas Shirath dan kadang-kadang berpegangan lalu sholawatnya untukku datang dan membantunya berdiri dengan kedua kakinya lalu menyelamatkannya.”            [H.R. Abu Musa Al-Madiniy]
       19.Akan senantiasa mendapatkan cinta Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bahkan bertambah dan berlipat ganda. Dan itu termasuk ikatan Iman yang tidak sempurna kecuali dengannya, karena seorang hamba bila senantiasa menyebut nama kekasihnya, menghadirkan dalam hati segala kebaikan-kebaikannya yang melahirkan cinta, maka cintanya itu akan semakin berlipat dan rasa rindu kepadanya akan semakin bertambah, bahkan akan menguasai seluruh hatinya. Tetapi bila ia menolak mengingat dan menghadirkannya dalam hati, maka cintanya akan berkurang dari hatinya. Tidak ada yang lebih disenangi oleh seorang pecinta kecuali melihat orang yang dicintainya dan tiada yang lebih dicintai hatinya kecuali dengan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya cinta itu tergantung kadar cintanya di dalam hati, dan keadaan lahir menunjukkan hal itu.
       20.Akan mendapatkan petunjuk dan hati yang hidup. Semakin banyak ia bersholawat dan menyebut nabi, maka cintanyapun semakin bergemuruh di dalam hatinya sehingga tidak ada lagi di dalam hatinya penolakan terhadap perintah-perintahnya, tidak ada lagi  keraguan terhadap apa-apa yang dibawanya, bahkan hal tersebut telah tertulis di dalam hatinya, menerima petunjuk, kemenangan dan berbagai jenis ilmu darinya. Ulama-ulama yang mengetahui dan mengikuti sunnah dan jalan hidup beliau, setiap pengetahuan mereka bertambah tentang apa yang beliau bawa, maka bertambah pula cinta dan pengetahuan mereka tentang hakekat sholawat yang diinginkan untuknya dari Allah.


Sholawat dan salam untuk nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya